Nama Kelompok
:
1. Indrawalmen
Sinaga
(44213400)
2. Karina Eka
Putri
(44213767)
3. M. Ricky
Apriadi
(45213162)
4. Muhammad
Irbawan Satrio
Utoyo (46213002)
5. Siti
Karomah
(48213556)
Kelas :
3DA02
Mata
Pelajaran :
Sistem Informasi Manajemen
Sistem Informasi Manajemen
"Teknologi Informasi Sebagai
Keunggulan Kompetitif "
(Direktorat
Jenderal Pajak)
PROFIL INSTANSI
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) merupakansalah
satu unit eselon I di lingkungan Kementrian Keuangan Indonesia. Sesuai
amanat Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang
Kedudukan, Tugas dan Fungsi Kementrian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas
dan Fungsi Eselon I Kementrian Negara serta Peraturan Meneteri Keuangan Nomor
184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementrian Keuangan, DJP
mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi
teknis di bidang perpajakan. Dalam melaksanakan tugas tersebut, DJP
menyelenggarakan fungsi:
1.
Perumusan
kebijakan di bidang perpajakan
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang perpajakaan
3. Perumusan standar, norma, kriteria danprosedur
di bidang perpajakan
4. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasidi bidang
perpajakan
5.
Pelaksanaan
administrasi DJP
VISI DAN MISI INSTANSI
+Visi
Direktorat Jenderal Pajak
Menjadi
institusi pemerintah
yang menyelenggarakan sistem administrasi
perpajakan modern yang efektif, efisien,
dan dipercaya masyarakat dengan integritas
dan profesionalisme yang tinggi.
+Misi
Direktorat Jenderal Pajak
Menghimpun penerimaan pajak negara berdasarkan undang-undang
perpajakan yang mampu mewujudkan kemandirian
pembiayaan Anggaran Pendapatandan Belanja Negara melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.
TUJUAN & STRATEGI BISNIS INSTANSI
Penajaman
dari visi dan misi menciptakan 15 rencana
strategis DJP yang terdiri dari :
1. Penerimaan pajak Negara yang optimal
2. Kepercayaan masyarakat yang tinggi
3. Tingkat kepuasan Wajib Pajak yang tinggiatas
pelayanan perpajakan
4. Tingkat kepatuhan Wajib Pajak yang tinggi
5. Peningkatan efektivitas pembuatan danpenyempurnaan
peraturan di bidangperpajakan
6. Peningkatan kualitas pelayanan
7. Peningkatan efektivitas
sosialisasi dankehumasan
8. Peningkatan penggalian potensi berbasis mapping,
profil dan benchmark.
9. Peningkatan efektifitas pemeriksaan
10. Optimalisasi pelaksanaan penagihan
11. Peningkatan efektifitas penyidikan
12. Pembentukan SDM yang berkompetensitinggi
13. Penataan organisasi yang handal
14. Perwujudan TIK yang terintegrasi
15. Pengelolaan anggaran yang optimal
IDENTIFIKASI PERMASALAHAN
Kepatuhan
warga negara Indonesia terhadap kewajiban
perpajakan masih sangat rendah. Harian
Pikiran Rakyat Online menyebutkan bahwa Wajib Pajak orang pribadi
baru sekitar 25 juta saja yang telah membayar pajak dari sekitar 60 Juta
masyarakat. Sedangkan untuk Wajib Pajak Badan baru sekitar 520 Wajib Pajak yang
membayar pajak dari sekitar 5 juta badan usaha yang memiliki laba.
Hasil penelitian Chusnul Chotimah, 2007, membuktikan
terdapat pengaruh positif signifikan antara kualitas pelayanan perpajakan
terhadap kepatuhan wajib pajak pribadi. Dalam artikel ini akan dibahas
bagaimana Teknologi Informasi (TI) mampu memberikan nilai terhadap kualitas
layanan yang pada akhirnya nanti dapat meningkatkan kepatuhan masyarakat.
Terdapat 16 layanan unggulan DJP yang ingin di-deliver kepada
masyarakat. Dalam konteks pembahasan artikel ini dipilih satu layanan untuk
ditelah lebih lanjut yaitu Pelayanan Penyelesaian Permohonan Pandaftaran NPWP.
Pencapaian rencana strategis yang berkaitan dengan layanan tersebut dapat
diukur dengan Indikator Kinerja Utama (IKU) pada tabel 1.
ANALISIS
NILAI TI BAGI ORGANISASI
Untuk mempermudah pemahaman mengenai nilai TI bagi
organisasi maka disajikan model nilai TI melalui gambar 1
Sumber daya Teknologi Informasi (TI) jika dilihat
secara lebih spesifik tidak berdampak secara langsung kepada tujuan organisasi.
TI berperan sebagai enabler pada organisasi untuk menunjang aktifitas operasional yang
nantinya berdampak kepada tujuan dan strategi perusahaan. Nilai TI mendukung
nilai bisnis melalui penciptaan kapabilitas organisasi sehingga organisasi
mampu mencapai keunggulan kompetitifnya dan memenuhi target yang ditetapkan
Sumber
Daya TI
Pandangan terhadap TI tidak lagi bersifat parsial. TI
tidak lagi dipandang sebagai sebuah tool yang terpisah (separated) dari perangkat organisasi, tetapi sudah dianggap sebagai salah
satu sumber daya (resources) yang memiliki peran yang sama penting dengan sumber daya
lain seperti finansial, aset, dan SDM. Sumber daya TI yang diidentifikasikan
dalam COBIT dapat diterangkan atau diidentifikasikan sebagai berikut:
1. Aplikasi (Application),
merupakan suatusarana atau tool yang digunakan untuk mengolah dan menyimpulkan atau meringkas, baik
prosedur manual maupun yang terprogram.
2. Informasi (Information),
adalah data-data yang telah diolah untuk kepentingan manajemen dalam membantu
mengambil keputusan dalam menjalankan roda bisnisnya. Data-data terdiri
obyek-obyek dalam pengertian yang lebih luas (yakni internal dan eksternal),
terstruktur dan tidak terstruktur, grafik, suara dan sebagainya.
3. Infrastruktur (Infrastructure),
mencakup hardware, software, sistem operasi, sistem manajemen
database, jaringan (networking), multimedia, dan fasilitas-fasilitas
lainnya.
4. Sumber Daya Manusia/SDM (People), merupakan
sumber daya yang paling penting bagi organisasi dalam pengelolaan dan operasionalisasi
organisasi. Kesadaran dan produktivitasnya dibutuhkan untuk merencanakan, mengorganisasikan,
melaksanakan, memperoleh, menyampaikan, mendukung, dan memantau layanan TI organisasi.
Kapabilitas
Organisasi
Kapabilitas organisasi (organizationalcapabilities) mengacu pada kemampuan keseluruhan
dari suatu organisasi yang jika dimanfaatkan secara optimal dan tepat maka dapat
diyakini menjadi suatu keunggulan kompetitif bagi organisasi tersebut dalam mencapai
sasarannya.
Kompetensi
Inti Organisasi
Kompetensi inti organisasi (organization corecompetence) dapat diartikan sebagai sebuah bidang
keahlian khas dari sebuah organisasi yang sangat penting untuk keberhasilan
jangka panjang. Kompetensi ini dibangun dari waktu kewaktu dan tidak dapat
ditiru dengan mudah. Kompetensi inti organisasi dapat membedakan
perusahaan dari para pesaingnya dan memberikan keunggulan kompetitif.
Keunggulan
Kompetitif
Keunggulan kompetitif (Competitive advantage) adalah sebuah karakteristik dari organisasi
yang memungkinkan untuk menciptakan lebih banyak keuntungan karena lebih baik
dalam memenuhi kebutuhan pelanggan dari pada
para pesaingnya. Hal ini terjadi karena organisasi dapat menerapkan layanan
prima untuk setiap produk atau jasanya, atau karena dapat menjalankan proses
bisnisnya dengan lebih efisien dari para pesaingnya. Setiap organisasi harus
selalu berusaha untuk membangun keunggulan kompetitif jangka panjang.
Target
Target adalah sesuatu yang ingin dicapai oleh organisasi.
Dalam konteks pembahasan ini dapat diejawantahkan melalui Indikator Kinerja
Utama yang telah dibahas pada bagian sebelumnya. Dalam kaitannya dengan layanan
DJP yang telah dipilih, model nilai TI pada gambar 1 dapat di implementasikan
sebagaimana pada gambar 2.
Kemajuan teknologi telah
memungkinkan pengiriman produk dan jasa yang dihasilkan oleh DJP dengan lebih
mudah dan efektif dari sebelumnya. Hal ini menciptakan paradigma baru dalam
menjalankan proses bisnis dimana dengan memanfaatkan teknologi informasi dan
komunikasi (TIK) DJP dapat meningkatkan kapabilitas organisasi. Semua
kapablitas kritis yang dimiliki oleh DJP dalam upayanya mencapai keunggulan kompetitif
akan menghasilkan kompetensi inti. Dengan memiliki kompetensi inti yang tidak
dimiliki oleh instansi pemerintah lain, sulit untuk diimitasi dan tidak
memiliki pengganti maka DJP akan mendapatkan keunggulan kompetitif. Semua
keunggulan kompetitif tersebut berujung pada tercapainya target IKU DJP.
MANAJEMEN
RESIKO TI BAGI INSTANSI
Resiko adalah efek
ketidakpastian terhadap tujuan (ISO guide 73:2009). Resiko merupakan fungsi
kemungkinan (likelihood) sumber ancaman (threat-source) mengeksploitasi kerentanan
(vulnerability) potensial, yang menghasilan dampak kejadian yang merugikan
organisasi.
Manajemen risiko merupakan suatu
proses pengukuran atau penilaian risiko serta pengembangan strategi
pengelolaannya. Salah satu manajemen resiko yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan ISO 31000. Secara umum proses manajemen resiko yang terdapat pada
ISO 31000 dapat dijelaskan melalui gambar3.
MENENTUKAN
KONTEKS
Posisi TI pada layanan
Penyelesaian Permohonan Pandaftaran NPWP DJP adalah sebagai enabler operasional
(transaksi) layanan tersebut. Hal ini sesuai dengan nilai TI yang telah dibahas
pada bagian sebelumnya yaitu TI digunakan untuk menciptakan nilai agar
meningkatkan pertumbuhan bisnis dan kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban
perpajakan melalui keunggulan pelayanan prima yang terdepan dalam instansi
pemerintah yakni pelayanan yang tangkas (agile), efektif, efisien, handal dan
dipercaya.
Dari pernyataan nilai TI
tersebut terdapat elemen utama yang harus diperhatikan yaitu meningkatkan
kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban perpajakan. Kepatuhan masyarakat
dipengaruhi oleh kepuasan masyarakat terhadap layanan yang diberikan.
Selama ini mindset yang tertanam
di masyarakat adalah bahwa untuk memproses suatu urusan di layanan kantor
pemerintahan itu selalu berbelit-belit, susah, lama dengan birokrasi yang cukup
panjang. Selain itu kantor pemerintah juga identik dengan suap. Bila tidak mau
repot cukup cari saja “orang dalam” lalu bayar dengan sejumlah uang yang dirasa
cukup maka urusan akan beres dalam sekejap.
Mindset ini yang ingin diubah
oleh DJP. DJP menyadari kepuasan masyarakat terhadap layanan berkaitan dengan
dua hal yaitu harapan masyarakat terhadap kualitas layanan (expected quality)
dan persepsi masyarakat terhadap kualitas
layanan (perceived quality). Masyarakat selalu menilai layanan yang diterima
dibandingkan dengan apa yang diharapkan atau diinginkan. Kepuasan masyarakat
akan secara otomatis diikuti dengan kesadarannya untuk secara sukarela
melaksanakan kewajiban perpajakan. Kepuasan masyarakat menyangkut apa yang
diungkapkan oleh masyarakat tentang persepsi dan harapannya terhadap layanan
yang diperoleh dari instansi. Sedangkan kepatuhan masyarakat berkaitan dengan
apa yang akan dilakukan masyarakat setelah berinteraksi dengan suatu proses
layanan yang disesiakan instansi.
ASSESSMENT
RESIKO
Untuk mencapai tujuan utama
(meningkatkan kepatuhan masyarakat terhadap kewajiban perpajakan) tersebut, DJP
tentu memiliki kendala atau resiko yang harus dihadapi. Resiko-resiko tersebut
berkaitan dengan kepuasan masyarakat yang nantinya akan mempengaruhi tingkat
kepatuhan. Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:
1. Kualitas layanan
Layanan
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kepuasan masyarakat. Kualitas
layanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan masyarakat. Hal
ini berarti bahwa semakin baik kualitas layanan yang diberikan oleh DJP, maka
masyarakat semakin merasa puas terhadap layanan tersebut. Hubungan kualitas
layanan dan kepuasan masyarakat tidak lepas dari pembicaraan kreativitas
layanan. Untuk mewujudkan suatu layanan berkualitas yang bermuara pada kepuasan
masyarakat, DJP harus mampu mengidentifikasi siapa pengguna layanannya sehingga
mampu memahami tingkat persepsi dan harapan pengguna atas kualitas layanan. Kepuasan
masyarakat merupakan perbandingan antara persepsi dengan harapan masyarakat
terhadap layanan yang dirasakan.
2. Citizen Value
Faktor
selanjutnya yang mempengaruhi kepuasan masyarakat adalah nilai bagi masyarakat
(citizen value). Citizen value adalah manfaat yang dirasakan oleh masyarakat
dari pajak negara yang menjadi kewajibannya. Pajak yang dihimpun oleh negara
pada akhirnya akan digunakan kembali untuk membangun dan memperbaiki keadaan
suatu negara. Harapannya dengan meningkatnya pendapatan yang diperoleh dari
pajak maka akan semakin ada banyak hal yang dapat dilakukan pemerintah untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakatnya.
Berdasarkan uraian tersebut,
hubungan antara faktor-faktor yang dapat menyebabkan sebuah resiko dapat
digambarkan seperti pada gambar 4
IDENTIFIKASI
RESIKO
Pada identifikasi resiko ini
dilakukan pengelompokan resiko dari setiap sumber daya TI yang medukung layanan
Penyelesaian Permohonan Pandaftaran NPWP. Identifikasi yang dilakukan
menghasilkan beberapa resiko yang mungkin terjadi pada sumber daya TI yang
dimiliki DJP antara lain:
APLIKASI
e-Reg
·
Peretasan aplikasi
·
Domain web
kadaluarsa
·
Maint enance
Aplikasi
DATA
dan INFORMASI
·
Hilangnya data
terkini
·
Penyalahgunaan/pencurian
data
INFRASTRUKTUR
·
Kegagalan Software
·
Kerusakan Hardware
·
Koneksi jaringan
putus/lambat
·
Bencana Alam
·
Server diserang
virus
PEOPLE
·
Penyalahgunaan
kedudukan pada divisi TI
·
Melemahnya loyalitas
pada instansi karena tawaran yang menggiurkan dari pihak lain
·
Membeberkan
informasi rahasia instansi
Analisis
Resiko
Analisis resiko dilakukan dengan
cara memberikan nilai dari setiap resiko yang muncul. Dari tiap-tiap resiko
yang muncul akan dilakukan penilaian (bobot) dari sisi dampak yang diakibatkan
dan frekuensi terjadinya. Adapun tabel nilai (bobot) dapat dilihat pada tabel
2. Identifikasi resiko yang mungkin terjadi dikelompokkan berdasarkan kategori
sumber daya TI nya dapat dilihat pada tabel 3.
Evaluasi
Resiko
Evaluasi resiko dilakukan dengan
melakukan mapping pada grafik (x,y) yang menggambarkan hubungan antara
frekwensi kemunculan dengan dampak yang diakibatkan. Grafik tersebut dibagi
menjadi tiga area yaitu: tinggi, biasa dan rendah. Hasil mapping analisis
resiko dapat dilihat pada gambar 5. Distribusi sebaran resiko pada gambar 5,
dapat dijadikan dasar dalam melakukan pemeringkatan resiko yang perlu
mendapatkan prioritas untuk ditangani terlebih dahulu. Secara berturut-turut
yaitu pada jenis sumber daya aplikasi, infrastruktur, data & informasi dan
yang terakhir adalah people.
PERLAKUAN
RESIKO
Tahapan selanjutnya adalah
menentukan strategi perlakuan resiko. Terdapat empat jenis strategi perlakuan
resiko, yaitu risk avoidance (menghindari resiko), risk reduction
(mengurangi/mitigasi resiko berupa pengurangan likelihood, pengurangan dampak
dan pengurangan likelihood dan dampak sekaligus), risk sharing (berbagi
resiko), risk acceptance (menerima resiko). Strategi perlakuan resiko yang
paling tepat dalam mengatasi permasalahan yang sesuai dengan pembahasan ini
adalah dengan risk reduction. Sedangkan program penanganan resiko yang dapat
dilakukan dapat dilihat pada tabel4.
Dengan melihat tabel 4 instansi
akan semakin merasakan arti pentingnya sebuahprosedur dan kebijakan yang baik.
Dengan adanya prosedur dan kebijakan yang tepat maka kemungkinan terjadinya
resiko dapat diminimalisir. Prosedur dan kebijakan juga harus senantiasa
direview dan diperbaiki sesuai dengan kondisi instansi saat ini. Resiko memang
tidak dapat ditolak, tetapi akan lebih baik jika organisasi lebih siap untuk
menghadapinya.
Sumber
ü Kementrian
Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak, “Laporan Tahunan 2011”,
Jakarta:2012.
ü Isaca.org.,
“IT Governance Implementation Guide: Using COBIT® and Val IT™”, 2nd Edition,
2007.
ü M.,
and Popovic, M Spremic (2008), "Emerging issues in IT Governance:
Implementing the Corporate IT Risk Management Model," issues 3 Volume 7.
ü ISO
(2009), “ISO 31000: Risk Management – Principles and Guidelines”, 1st Edition,
International Standard, Switzerland. http://www.iso.org
ü Parasuraman,
V., A. Zeithaml and L. L. Beny. (1985). “A Conceptual Model of Service Quality
and Its Implication for Future Research”, Journal of Marketing Research. 49.
Pp.41-50.
ü http://kamusbisnis.com/arti/kompetensi-inti/
diakses pada 3 Desember 2013.
ü http://kamusbisnis.com/arti/keunggulankompetitif/
diakses pada 3 Desember 2013.
ü http://www.pikiran-rakyat.com/node/242947
diakses pada 3 Desember 2013.
ü Chotimah,
Chusnul. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan membayar pajak
penghasilan orang pribadi (Survey di Kota Klaten). Skripsi Thesis, Universitas
Muhamadiyah Surakarta. 2007.
ü http://www.reform.depkeu.go.id/mainmenu.php
?module=peta_strategis_djp diakses pada 4 Desember 2013